Mengingat: Fondasi Penting dalam Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Oleh: Dr. Abednego Tri Gumono, M.Pd.

EdithNews.com (TANGERANG) – Dalam dinamika kurikulum pendidikan nasional, dua aspek utama yang menjadi sorotan dalam pengembangan pembelajaran adalah High Order Thinking Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan Project-Based Learning (PJBL) atau pembelajaran berbasis proyek. Keduanya dianggap sebagai pilar penting dalam mencetak lulusan yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan global.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) telah mendorong implementasi PJBL secara luas. Hal ini tidak terlepas dari urgensi menyiapkan generasi Indonesia Emas yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan adaptif. Di banyak sekolah, PJBL telah menjadi bagian dari identitas dan strategi unggulan. Guru dan sekolah berlomba menghasilkan produk pembelajaran yang tidak hanya bermakna, tetapi juga mencerminkan kedalaman berpikir.

Dalam PJBL, siswa dituntut untuk menjalani proses inkuiri, eksplorasi isu secara terintegrasi lintas mata pelajaran, serta keterampilan mengevaluasi dan mensintesis informasi. Proses ini secara alami melibatkan HOTS. Namun, di tengah semangat menumbuhkan HOTS, ada satu ranah kognitif yang kerap diabaikan: keterampilan mengingat.

Menurut Dr. Abednego Tri Gumono, M.Pd., dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Pelita Harapan, keterampilan mengingat merupakan fondasi yang sangat penting dalam proses berpikir tingkat tinggi. Ia menegaskan bahwa dalam hirarki taksonomi Bloom, keterampilan mengingat menempati posisi dasar yang menopang level-level kognitif lainnya seperti memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

“Dalam pembelajaran bahasa, misalnya, pendekatan struktural kini kurang diperhatikan karena lebih menekankan performansi daripada kompetensi bahasa. Padahal, pemahaman struktur gramatika tetap menjadi landasan penting dalam berbahasa dan berpikir,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dr. Abednego menekankan bahwa dalam perspektif iman Kristen, kemampuan mengingat memiliki nilai spiritual yang tinggi. Dalam Alkitab, Allah berulang kali menegaskan pentingnya mengingat hukum-hukum-Nya, seperti tertulis dalam Ulangan 6:6–7. Ketika bangsa Israel melupakan perintah Allah, mereka jatuh dalam hukuman dan penderitaan. Hal ini menunjukkan bahwa mengingat bukan sekadar kemampuan kognitif, tetapi juga moral dan spiritual.

Dalam konteks pendidikan, mengingat memungkinkan siswa menyerap dan mengolah informasi secara benar sebelum mampu menerapkannya dalam tugas atau proyek. “Bagaimana siswa dapat menulis dengan baik jika mereka tidak mengingat kaidah bahasa, aturan tata kalimat, dan struktur wacana?” tanya Dr. Abednego retoris.

Ia menambahkan, dalam pembelajaran menulis, baik fiksi maupun nonfiksi, siswa memerlukan kemampuan mengingat sebagai landasan menyusun kalimat yang efektif dan benar. Tanpa dasar ini, hasil karya tulis yang diharapkan dari proses PJBL tidak akan maksimal.

Sebagai solusi, Dr. Abednego mengajak para guru untuk tetap memberikan perhatian pada proses-proses dasar dalam pembelajaran. Pendampingan guru selama proses berlangsung menjadi kunci menjaga agar keterampilan mengingat dan memahami tetap terasah. Dalam praktiknya, guru dapat memberikan bimbingan teknis menulis mulai dari pilihan kata, struktur kalimat, hingga pengembangan wacana yang utuh.

“Dengan cara itu, keterampilan dasar seperti mengingat dan memahami tidak tersingkir, melainkan menjadi fondasi yang kokoh bagi pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang sesungguhnya,” tutupnya.

Tentang Penulis
Dr. Abednego Tri Gumono, M.Pd., adalah dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Pelita Harapan, Tangerang. Beliau aktif meneliti dan menulis dalam bidang pendidikan bahasa dan pembelajaran berbasis nilai.

(Endharmoko)

Sharing Social:
EdithNews
EdithNews
Articles: 855

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *